Apa akan jadinya jika seandainya tadi malam Kesebelasan Indonesia menang melawan Arsenal? Katakanlah misalnya 1-0 atau 2-1 untuk Indonesia. Apakah kemenangan itu akan mengangkat prestasi Indonesia? Apakah kemenangan itu akan menjadi jaminan untuk kemenangan Indonesia melawan China pada kelanjutan Piala Asia? Apakah kemenangan itu seketika akan mengangkat prestasi dan image positif kesebelasan Indonesia? Atau mungkinkah kemenangan itu akan mengangkat kepercayaan diri para pemain Indonesia yang disebut dengan Dream Team?
Sulit menjawab semua pertanyaan di atas bukan? Lalu apa jadinya dengan kekalahan telak 0-7 melawan Arsenal tadi malam? Adakah penambahan pengalaman bertanding? Jawabannya sudah pasti, tidak ada penambahan pengalaman bertanding. Yang
sudah pasti yang lain, pertandingan tadi malam tidak menambah percaya
diri para pemain Indonesia, namun sebaliknya menggoreskan suatu mimpi
buruk yang dapat berakibat sangat fatal. Hilangnya gairah dan semangat untuk bermain bola dalam kualitas yang demikian tinggi.
Pemain Arsenal Lukas Podolski Dijaga Dua Pemain Indonesia
Jika saat ini di survey satu persatu perasaan semua
pemain nasional Indonesia yang bermain tadi malam, dan kita minta
mereka menjawab secara jujur dan berani, maka kemungkinan mereka akan
menjawab; “Jauh, kelas mereka jauh diatas kita”. Lalu kita mencoba menggali lebih dalam lagi, “dalam hal apa Anda merasa kalah?” Maka
kemungkinan jawabannya akan mengalir dan sulit dihentikan; dalam teknik
bermain, dalam ketenangan, dalam penguasaan bola dan penguasaan diri,
dalam keakuratan menerima bola dan mengembalikannya kepada teman, dalam
kerja sama tim, dalam stamina dan daya tahan bermain, dalam daya juang,
dalam kemampuan membaca permainan dan melibatkan diri di dalamnya, dalam
kreativitas bermain, dalam kesungguhan, dalam ketaatan bermain bola
secara profesional, serta dalam menikmati permainan bola, dan lain
seterusnya.
Kita bisa menyimpulkan bahwa kelas Arsenal dengan
Kelas sepakbola Indonesia itu ibarat pemain catur yang ber Elo Rating
2700 dengan Non Master yang Elo Ratingnya masih dibawah 1000. Ibarat mengerjakan soal Fisika bagi seorang kelas 3 SMP dengan seorang mahasiswa Pasca Sarjana S3. Terlalu jauh bedanya. Terlalu dalam dan curam “jurang” pemisahnya. Dengan
demikian saya melihat pertandingan tadi malam lawan Arsenal, dan juga
selanjutnya lawan Liverpool dan Chelsea beberapa hari mendatang, tidak
ada artinya dalam rangkan peningkatan prestasi tim sepakbola Indonesia.
Kalau PSSI ingin meningkatkan prestasi kesebelasan nasional PSSI bukan latih tanding melawan tim kelas dunia seperti itu. Prestasi
Tim Nasional Indonesia hanya bisa, sekali lagi HANYA bisa ditingkatkan
dengan membenahi sistem kompetisi dan program pembinaan usia muda kita. Tim Tim Eropah termasuk yang paling lemah sekalipun belum satu level dengan tim nasional Indonesia. Oleh
sebab itu pertandingan melawan tim tim Eropah atau Amerika Latin tidak
akan ada gunanya, karena mereka terlalu kuat bagi tim nasional kita.
Lakukan dulu pembinaan, lalu raih prestasi perlahan lahan. Pada
waktunya setelah ada peningkatan dalam waktu waktu yang cukup panjang
baru kita bisa bertanding melawan mereka yang hasilnya dapat memberikan
sebuah pembelajaran (Contohlah cara Jepang dan Korea Selatan). Kalau
saat ini sampai 5 tahun kedepan, kesebelasan Indonesia jika diminta
bermain dengan salah satu Tim Eropah pasti hasinya hanya sebuah kejutan. Seperti keterkejutan ketua umum PSSI Djohar Arifin tadi malam, saat kemasukan 7 Gol.
Satu satunya pembelajaran yang bisa dipetik dari
pertandingan tadi malam adalah cara Arsenal menghasilkan pemain pemain
muda yang sangat berkelas. Hal
itulah yang harus diserap dan diterapkan PSSI kedepan, yaitu cara mereka
menghasilkan pemian muda seperti Thomas Eisfeld atau Chuba Akpom. Bagaimana
cara melahirkan pemain dalam usia dibawah 20 tahun namun teknik bermain
bola serta kemampunannya menciptakan strategi bermain demikian tinggi. Dan juga mampu mencetak Gol.
Bagaimana cara menghasilkan pemain muda yang mempunyai True Self Confident, bukan Inflated Self Confidence. True Self Confidence menurut
ahilnya adalah kepercayaan diri yang datang dari keyakinan yang
realistis dan ditunjukkan dari bukti serta kemampuan yang nyata dan
sulit terbantahkan. Sedangkan Inflated Self Confidence, adalah kepercayaan diri yang muncul dalam benak seseorang padahal prestasi sebenarnya belum menunjukkan apa apa. Jadi, seandainya pun menang melawan Arsenal atau nantinya Liverpool atau Chelsea, maka pengalaman itu hanya melahirkan Inflated Self Confidence bagi pemain Indonesia. Kepercayaan diri yang palsu dan akhirnya menyesatkan.
Komentar